Jumat, 05 Februari 2010
Mobile Brigade Polisi (MOBRIG)
Minggu, 10 Januari 2010
SEJARAH POLRI/ BRIMOB
Pada masa Orde Baru secara makro citra Polri sangat jauh terpuruk, Polisi hanya sebagai alat pemerintah dalam melanggengkan kekuasaan, rakyat yang ingin menyampaikan aspirasi dan kritiknya dianggap kelompok orang yang akan menjatuhkan pemerintah yang berkuasa, hal ini selalu dijadikan salah satu tugas Polri untuk memberantasnya.
Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini dengan tegas tertuang dalam UUD 1945 hasil amandemen BAB I pasal 1 ayat (1). Tugas menegakkan hukum yang mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat tidak diskriminatif, mengandung asas kepastian hukum, persamaan didepan hukum dan lain-lain, diperlukan sosok anggota Polri yang profesional dan dapat menjadi teladan bagi masyarakat serta mampu mewujudkan rasa aman di masyarakat.
Pada era Orde Baru, Polri tergabung dalam wadah ABRI sesuatu penyimpangan kelembagaan yang merugikan Institusi Polri karena di Negara-negara lain di dunia, Polisi tidak dimasukkan kerja sama militer, sebagai contoh Polri pernah berniat kerja sama dengan lembaga Internasional seperti IGGI, Polri tidak bisa masuk sebab Polri adalah ABRI.
Searah dengan tuntutan Reformasi, Kepolisian mulai memperbaiki dan berbenah diri, mulai dari Struktur Organisasi sampai dengan kwalitas personilnya. Dari segi Struktural Organisasi Polri adalah Instansi yang independen langsung dibawah Presiden sesuai bunyi BAB II pasal 8 ayat (l) UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dari sisi personil dibenahi kultur individu anggota Polri dari kultur militeristik munuju Polisi Sipil yang diharapkan dekat dengan masyarakat dan bisa memposisikan diri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat serta sekaligus menjadi aparat penegak hukum yang tegas dan berwibawa.
Untuk membentuk personil Polri yang ideal sesuai harapan masyarakat, adalah melalui proses Rekrutmen yang baik, pendidikan dan latihan sesuai standart kompetensi serta berkesinambungan.
JAMAN KERAJAAN MAJAPAHIT
Pada jaman kerajaan, seorang raja haruslah keturunan dari raja, walaupun pada saat pengangkatan raja tersebut masih dibawah umur, cacat physik atau tidak mempunyai kecakapan untuk memimpin dan melaksanakan pemerintahan. Hal ini menimbulkan ketidak puasan di kalangan keluarga kerajaan, yang dapat menyebabkan usaha untuk merebut tahta kerajaan dari raja.
Hal tersebut diatas juga terjadi di kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Jayanegara.
Pada tahun 1319 terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Ra Kuti, namun berkat bantuan pengawal pribadi raja ( Pasukan Bhayangkara ) yang berjumlah 15 orang dibawah pimpinan Gajah Mada, raja dapat meloloskan diri dan melarikan diri ke desa Bedander.
Di desa Bedander tersebut Gajah Mada mengeluarkan perintah kepada prajurit yang dipimpinnya, yaitu :
Supaya pasukan Bhayangkara :
a. Setya Haprabu
b. Hanyaken Musuh
c. Gineung Pratidina
d. Tan Sa Trisna.
JAMAN PENJAJAHAN BELANDA
Tanggal 8 April 1617 oleh pemerintah Belanda dibentuklah Komisi yang beranggotakan 3 orang yaitu : Mr. Muntings, Mr. Maurisse, Mr. Markus untuk membuat rancangan peraturan tentang Kepolisian dan Peradilan Politie dan Justitiewezen.
Komisi tersebut menganjurkan :
a. Pokrol Jendral (Jaksa Agung) pada Mahkamah Agung Hindia Belanda dijadikan Kepala Polisi Kehakiman yang mempunyai wewenang memimpin Kepolisian Umum, dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh para Residen dan Opsir Justitie.
b. Disamping adanya Justitie Politie, ditugaskan pula Residen atau Kepala Pemerintahan Tradisional, sesuai ketentuan yang dibuat tentang hubungan Administrative dan Justitie Politie.
Bentuk Kepolisian pada jaman Belanda :
a. Polisi Umum (Algemene Politie)
b. Polisi Kota
c. Polisi bersenjata (1912) bersifat militer/ Gewapende Politie
d. Polisi Lapangan / Veld Politie
e. Polisi Perkebunan / Cultur Politie
f. Polisi Pangreh Praja/ Bestuur Politie
JAMAN PENJAJAHAN JEPANG
Pada saat Jepang tiba di Indonesia, Organisasi Polisi tidak terpusat tetapi terbagi-bagi menjadi Regional, masing-masing Regional mempunyai kantor pusat sendiri.
Jumlah Polisi yang diserah terimakan pemerintah Belanda kepada Pemerintah Jepang sebanyak 31.620 orang teridiri dari : 10 Hoop Komisaris, 117 Komisaris Polisi, 13 Wedana Polisi, 63 Hoop Inspektur Polisi, 88 Asisten Wedana, 545 Inspektur Polisi, 1463 Mentri Polisi, 513 Hoop Agen Polisi, 154 Hoop Poshuis Komandan, 2582 Poshuis Komandan / Reserse dan 26.073 Agen Polisi.
Pada Jaman Jepang Kepolisian dibagi 4 Regional, yaitu :
a. Kepolisian Wilayah Jawa dan Madura dibawah pimpinan Bala Tentara Angkatan Darat berpusat di Jakarta
b. Kepolisian Wilayah Sumatra dibawah pimpinan Bala Tentara Angkatan Darat berpusat di Bukit Tinggi.
c. Kepolisian Wilayah Kalimantan dibawah pimpinan Bala Tentara Angkatan Laut berpusat di Banjarmasin.
d. Kepolisian Wilayah Timur Besar (Sulawesi, Maluku, Irian Barat) dibawah pimpinan Bala Tentara Angkatan Laut berpusat di Makasar.
Tahun 1944 lahir Tokubetsu Keissatsu Tai (Polisi Istimewa) pada setiap SYU, KOCHI di Jawa dan Madura yang beranggotakan 60 sampai dengan 150 orang dan persenjataan Karabine dan Water Mantel dan senapan mesin.Tugas pokok kesatuan ini adalah menghadapi gangguan ketertiban dan keamanan umum yang ber-intensitas tinggi, misalnya huru-hara, kerusuhan dan perampokan.
TERBENTUKNYA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
a. PPKI pada sidang hari ke dua tanggal 19 Agustus 1945 memasukkan Kepolisian dalam lingkungan DEPDAGRI, dengan demikian Jawatan Kepolisian Negara secara Administrasi mempunyai kedudukan yang sama dengan Dinas Polisi Umum pada jaman Belanda.
b. Tanggal 21 Agustus 1945 Polisi Istimewa Jawa Timur dibawah Komandan Polisi Inspektur Polisi Tingkat I. M. Yasin memproklamasikan kedudukan Polisi yang berbunyi “ Untuk bersatu dengan rakyat dalam perjuangan mempertahankan Proklamasi Agustus 1945, dengan ini menyatakan Polisi sebagai Polisi Indonesia”
c. Tanggal 29 September 1945, berdasarkan Maklumat Pemerintah, mengangkat R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Indonesia Pusat (KKN) dengan tugas utama adalah mengadakan perubahan yang meliputi Struktur, watak dan Falsafah hidup Polri.
KEPOLISIAN BERALIH STATUS MENJADI JAWATAN TERSENDIRI
a. Bedasarkan Ketetapan Pemerintah nomor 11 s/d tanggal 1 Juli 1946, Kepolisian beralih status menjadi Jawatan tersendiri langsung dibawah Perdana Menteri, dengan demikian kedudukan Polri setingkat dengan departemen dan dengan demikian kedudukan Kepala Kepolisian Negara setingkat dengan Menteri.
b. Peristiwa pengalihan status Polri ini dianggap penting sehingga tanggal 1 Juli ditetapkan sebagai Hari Kepolisian.
KESAKSIAN PARA PEJUANG
a. BUNG TOMO
Peta yang diharapkan memperoleh senjata ternyata pulang tanpa senjata, satu-satunya kekuatan bersenjata yang kokoh adalah Polisi Istimewa yang dipimpin pemuda Sulawesi M.Yasin.
b. Dr. H. ROESLAN ABDUL GANI
Pasukan Polisi Istimewa lahir lebih dulu dari pasukan lain.
c. BRIGADIR JENDRAL TNI /AD SUDARTO
Omong kosong jika ada yang mengaku dalam bulan Agustus 1945 memiliki pasukan bersenjata, yang ada hanya pasukan Polisi Istimewa dan tanpa pasukan ini tidak ada Hari Pahlawan 10 Nopember 1945.
d. MAYOR JENDERAL TNI/ AD SUNGKONO
Awal September 1945 menyatakan milik Republik Indonesia, Polisi Istimewa pimpinan M. YASIN tidak lain adalah kekuatan tempur militer.